Literasi keuangan merupakan pengetahuan dan kecakapan dalam mengaplikasikan pemahaman akan konsep dan risiko dalam membuat keputusan yang terkait dengan keuangan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan secara keuangan baik individu maupun sosial. Literasi keuangan ini penting dimiliki oleh setiap orang, karena erat berkaitan dengan pengelolaan keuangan yang mereka miliki. Namun, faktanya angka literasi keuangan di Indonesia sangat rendah. Hal ini berdasarkan data survei OJK pada tahun 2016 yang mencatat tingkat literasi keuangan Indonesia hanya 29,7%. Artinya lebih dari 70% masyarakat Indonesia memiliki literasi keuangan yang rendah. Maka tak heran bila angka penipuan itu semakin besar, karena kurangnya pengetahuan mereka akan literasi keuangan. Selain itu, apa saja dampak negatif dari rendahnya literasi keuangan itu? Dampak rendahnya literasi keuangan antara lain :
- Konsumtif
Masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun semakin konsumtif. Didorong dengan adanya peningkatan transaksi melalui marketplace seperti shopee, tokopedia, bukalapak, lazada dan sebagainya belum banyaknya pesta diskon didalamnya membuat masyarakat semakin “bernafsu” untuk mendapatkan barang yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan mereka namun mereka inginkan. Hal ini juga dengan tren menurunnya kebiasaan menabung masyarakat Indonesia, maka kehidupan konsumtif semakin besar.
Hal ini bisa terjadi dikarenakan rendahnya literasi keuangan mereka. Kurangnya pengetahuan akan pengelolaan keuangan yang baik, lebih menuruti nafsu belanja daripada kebutuhan dan pendapatan belum ditambah banyak promo yang beredar di banyak marketplace jual beli online membuat tingkat konsumtif semakin tinggi.
- Rasio menabung dan investasi rendah
Dengan makin tingginya gaya konsumtif dimasyarakat maka berefek terbalik dengan rendahnya menabung dan juga investasi. Masyarakat menjadi cenderung meremehkan memabung serta berinvestasi, hal ini karena budaya konsumtif mereka yang semakin tinggi. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2015, terjadi penurunan rasio Marginal Prospensity to Save (MPS) dan meningkatnya rasio margina prospensity to consume (MPC) sejak tahun 2011, artinya masyarakat lebih banyak menghabiskan pendapatannya untuk berbelanja dibandingkan untuk ditabung.
- Maraknya investasi bodong
Karena rendahnya literasi keuangan yang mereka miliki, maka akan berdampak pada maraknya investasi bodong. Keinginan akan hasil instan ditambah dengan minimnya pengetahuan mereka akan literasi keuangan membuat mereka menginginkan hasil investasi yang besar dan dalam waktu yang singkat. Maka jangan salahkan banyaknya investasi bodong, karena hal itu disebabkan oleh literasi keuangan yang sangat buruk. Kalau literasi keuangan sudah tinggi maka dengan sendirinya investasi bodong akan menghilang.
- Perencanaan keuangan yang buruk
Rendahnya tingkat literasi keuangan yang dimiliki akan beriringan dengan perencanaan keuangan yang buruk juga. Mereka akan cenderung mengalami kebingungan dan kesulitan dalam membuat perencanaan keuangan. Padahal dalam membuat perencanaan keuangan sebisa mungkin dibuat detai dan mengetahui kondisi keuangan yang sebenarnya.
- Tidak memiliki tujuan keuangan
Seseorang yang memiliki literasi keuangan yang rendah akan cenderung mengalami kesulitan dan kebingungan apa yang akan dia lakukan terhadap uang yang dimiliki. Dengan mengalami begitu maka iatidak memiliki tujuan keuangan yang jelas baik masa kini maupun untuk nanti saat sudah tua.